Meniti Spirit Integritas Tokoh Bangsa

Sebuah pesan integritas dari tokoh Hak Asasi Manusia (HAM) dan pegiat antikorupsi yang ikut membidani lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu Dr. Harbrinderjit Singh Dillon atau akrab dipanggil H.S. Dillon yang saya ingat dan patut direnungkan, “Di mana ada kewenangan, di situ ada celah untuk menyalahgunakannya, terutama untuk memperkaya diri sendiri. Tinggal kita mau jadi orang berintegritas atau tunduk pada kekuasaan uang.”

Mengenang H.S. Dillon, satu momen yang takkan terlupakan ketika saya bersalaman dengan Ibu dr. Drupadi Harnopidjati S. Dillon seusai upacara pemakaman abu jenazah H.S. Dillon di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata Jakarta tanggal 20 September 2019. Dalam suasana menerima ucapan duka cita Ibu Dillon membalas dengan pesan agar menjaga gerakan pemberantasan korupsi sebagaimana amanat H.S. Dillon semasa hidupnya.

Korupsi menjadi persoalan berat bangsa Indonesia sampai hari ini baik di pusat maupun di daerah. Menurut data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi) tahun 2022, Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor tersebut turun dari tahun sebelumnya dan merupakan skor terendah sejak tahun 2015. Korupsi bagai virus berbahaya yang menyebar di kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan perguruan tinggi. Tatkala Perguruan Tinggi sebagai tempat buat belajar dan tempat buat berilmu terpapar masalah korupsi, makin menyadarkan kita betapa ilmu pengetahuan dan kepakaran harus dilandasi karakter dan integritas.

Strategi Pencegahan Korupsi
Sistem Manajemen Antikorupsi sebagai sebuah early warning system harus diperkuat untuk memitigasi penyalahgunaan wewenang, praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik bagaikan orkestra yang harus dijaga.

Pengertian antikorupsi adalah semua tindakan, perkataan, atau perbuatan yang menentang korupsi, suap, gratifikasi dan segala jenisnya. Dalam pemberantasan korupsi, di samping dibutuhkan perbaikan sistem dan manajemen yang menutup celah terjadinya perbuatan koruptif, diperlukan pemberdayaan moralitas kolektif, kepemimpinan berintegritas dan keteladanan.

Perlawanan terhadap praktik KKN membutuhkan energi kepemimpinan dan keteladanan yang lebih kuat melebihi energi anomali para koruptor. Pencegahan dan pemberantasan korupsi bukan hanya menjadi tugas KPK, Kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya, tetapi menjadi tugas nasional. Korupsi tidak hanya masalah uang. Korupsi bisa muncul dalam berbagai bentuk dan modus, mulai dari uang, mark-up anggaran, pengeluaran untuk kegiatan fiktif, suap, pungli, upeti kepada pejabat, gratifikasi belanja barang dan jasa, rekayasa proses lelang dan pemenangan tender, komisi proyek, jual beli jabatan, menggunakan fasilitas negara tidak pada tempatnya, membuat kebijakan yang menguntungkan atau memperkaya diri, kelompok, kroni dan korporasi. Kasus-kasus korupsi yang menyeret pejabat negara, politisi, pengusaha, dan lain sebagainya menunjukkan bahwa salah satu agenda reformasi dalam hal ini pemberantasan KKN belum memenuhi harapan publik.

Dalam sejarah pemerintahan negara kita, sebuah kementerian pernah dibubarkan di masa Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Sekian tahun kemudian dalam dialog Kick Andy di sebuah televisi swasta Gus Dur ditanya, “Membunuh tikus kan tidak perlu membakar lumbungnya.” Jawab Gus Dur. “Karena tikusnya sudah menguasai lumbung.”

Kita optimis selama spirit pemberantasan korupsi masih hidup di hati, pikiran dan tindakan penyelenggara negara dan ASN, insya allah pemerintahan yang bersih melayani bukan sekadar retorika, tapi kenyataan yang diupayakan. Tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang baik bisa terwujud apabila tingkat korupsi dan penyimpangan (fraud) menurun secara signifikan. Oleh sebab itu, penguatan ekosistem antikorupsi harus konsisten dilakukan melalui peran kepemimpinan yang menghadirkan role model penegakan kejujuran, integritas dan standar nilai baik.

Pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat dilakukan lewat beberapa strategi di antaranya ialah:

Pertama, memperbaiki sistem politik berbiaya tinggi menjadi sistem politik yang bersih dan bebas dari fenomena politik uang (money politics).

Kedua, memperbaiki sistem hukum dengan menerapkan asas pembuktian terbalik dan perampasan aset terpidana kejahatan korupsi.

Ketiga, memperluas Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM) di lingkungan kementerian/lembaga, TNI/Polri, BUMN, Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi.

Keempat, menghadirkan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di semua lingkup Unit Eselon I Kementerian/Lembaga, TNI/Polri, BUMN, Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi.

Kelima, peningkatan kapabilitas Satuan Pengawasan Internal (SPI) pada Perguruan Tinggi, seperti inovasi yang dilakukan Kementerian Agama pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri. SPI diibaratkan sebagai “benteng pertahanan lapis kedua” karena tugas dan fungsinya melakukan pengawasan dan pemeriksaan internal.

Keenam, mengembangkan Talent Pool dan Sistem Promosi Karier secara terbuka dan berintegritas sebagai langkah pencegahan jual beli jabatan atau intervensi politik dalam sistem karier PNS,

Ketujuh, memperbanyak Agen Perubahan (agent of change) di semua level ASN, TNI/Polri, BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perguruan Tinggi. Para Agen Perubahan diharapkan mampu berperan sebagai “muadzin birokrasi”, artinya pengingat kebaikan untuk semua aparatur.

Kedelapan, memperluas program Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) di lingkungan organisasi Dharma Wanita Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam pemberantasan korupsi berbasis keluarga. Salah satu contoh ialah program SPAK yang dilakukan di lingkungan Kementerian Agama.

Dewasa ini Reformasi Birokrasi dilakukan seiring dengan penerapan transformasi digital dan Artificial Intelligence (AI) di sektor pelayanan publik. Program yang mengarah pada e-Government bertujuan untuk percepatan layanan dan menutup celah terjadinya korupsi dan kolusi. Meski demikian, transformasi digital tetap memerlukan iktikad baik dan kejujuran sebagai faktor yang amat fundamental dalam tata kelola pemerintahan. Bukankah sejak lama dikenal istilah, “the man behind the gun”. Di samping itu, pencegahan korupsi dengan pendekatan agama tetap dipandang penting dan tak bisa diabaikan. Keyakinan dan ketakwaan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Besar, adalah sumber moral tertinggi yang tak bisa tergantikan selama manusia hidup di dunia.

Keteladanan Tokoh Bangsa
Mentalitas kepemimpinan aparatur negara yang Pancasilais dan tegak lurus dengan sikap antikorupsi harus dibangun berpatokan pada nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan sebagai fondasi bernegara. Komitmen dan semangat jihad (fighting spirit) pemberantasan korupsi harus dimiliki oleh seluruh jajaran pimpinan manajerial dan pimpinan nonmanajerial Aparatur Sipil Negera (ASN).

Generasi muda Indonesia bisa belajar integritas dari para tokoh bangsa, negarawan dan tokoh agama yang dimiliki bangsa ini. Salah satu kekayaan kultural Indonesia ialah kita punya banyak sosok panutan yang menghiasi sejarah dengan keteladanan bernegara ketika memegang jabatan publik atau organisasi, seperti nilai-nilai perjuangan pahlawan proklamator Soekarno, integritas Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, K.H.A. Wahid Hasjim, Bung Tomo, Mohamad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, Prawoto Mangkusasmito, Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, Jenderal Polisi Hoegeng, Jenderal Polisi R.S. Soekanto, K.H.A.R. Fachruddin, Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, I.J. Kasimo, J. Leimena, Ir. Sutami, Lafran Pane, Mar’ie Muhammad, Baharuddin Lopa, Ahmad Syafi’i Maarif, dan para tokoh lain yang namanya harum dari awal sampai akhir.

Sikap hidup bertakwa, jujur, berintegritas, sederhana, menyatunya kata dengan perbuatan, seperti dilakukan para tokoh panutandi masa lalu layak ditiru. Kepribadian berintegritas hanya bisa dibentuk melalui pendidikan, pembiasaan dan lingkungan yang mendukung tumbuh-suburnya nilai-nilai integritas. Pembelajaran dan pembentukan role model antikorupsi harus didukung dengan penguasaan literasi mengenai regulasi, norma-norma hukum dan kesadaran etik atau dalam bahasa agama disebut sifat amanah.

Keteladanan bernegara harus dihadirkan di semua penjuru dan sudut birokrasi. Sikap antikorupsi wajib ditegakkan di semua lini pemerintahan dan dunia usaha. Seiring regenerasi di birokrasi, – tunas antikorupsi dari kalangan ASN muda harus diperbanyak sehingga terbentuk ekosistem integritas. Gerakan antikorupsi harus membumi dan gaungnya tak boleh kendor. Bahaya korupsi bukan hanya menyangkut kerugian uang negara, tetapi masalah mental dan moral yang salah asuh.

Selamat menyambut Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) tanggal 9 Desember 2023.

M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK Pada UIN Imam Bonjol Padang.

 

Updated: November 26, 2023 — 12:00 pm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *