Selamat Datang 2024, Hidup Tak Akan Lebih Mudah

Ketidakpastian ekonomi dan politik membayangi dunia dan Indonesia tahun ni
Indonesia akan memiliki presiden dan pemerintahan baru pada 2024
Inflasi yang melandai, kebijakan suku bunga yang lebih dovish, serta tahun politik diharapkan menopang ekonomi Indonesia tahun ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Ketidakpastian ekonomi dan politik diperkirakan masih kencang mewarnai dunia dan Indonesia tahun ini. Namun, optimisme juga datang dari berbagai sudut, terutama dari kehadiran pemerintahan baru.

Untuk menyambut lembaran baru 2024, CNBC Indonesia hari ini secara khusus menghadirkan edisi khusus membahas prospek ekonomi 2024. Prospek tersebut akan dilihat dari berbagai sudut mulai dari kerangka ekonomi global dan nasional dari kebijakan fiskal dan moneter.  Bagaimana dampak perkembangan global dan nasional terhadap pergerakan rupiah, bursa saham, dan harga komoditas tahun ini selengkapnya bisa dibaca pada halaman 1-5 artikel ini.

Banyak Keraguan di Tengah OptimismeDunia menatap tahun baru 2024 dengan sejumlah optimisme dan keraguan. Di satu sisi, melandainya inflasi global dan isyarat dovish dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) membuat ekonomi dunia bergairah.

Di sisi lain, mesin ekonomi China sebagai penggerak ekonomi Asia diproyeksi masih macet. Melandainya harga komoditas juga menjadi tantangan bagi sejumlah negara, seperti Indonesia. Belum lagi, krisis pangan yang masih menghantui dunia.Perekonomian global juga dihadapkan pada tantangan memanasnya suhu politik dunia tahun ini.

Masih tingginya ketidakpastian itulah yang membuat Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi global untuk 2024.Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi global pada Juni 2023 lalu untuk 2024 menjadi 2,4% dari sebelumnya 2,7%. IMF juga merevisi pertumbuhan global untuk 2024 menjadi 2,9% dari sebelumnya 3,0%.

Namun, inflasi global diproyeksi melandai drastis ke 5,8% pada 2024 dari 8,7% pada 2022.  Lalu, seperti apa gambaran perekonomian global dan Indonesia pada tahun ini?

The Fed Isyaratkan Dovish Tapi Suku Bunga Masih Higher for Longer?The Fed dalam pertemuan Desember 2023 mulai mengisyaratkan pemangkasan suku bunga setelah mengereknya sebesar 525 bps menjadi 5,25-5,5% sejak Maret 2022.Dalam dokumen dot plot Federal Open Market Committee (FOMC), sebanyak delapan anggota memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga setidaknya 75 bps pada tahun depan sementara lima lainnya memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih dari 75 bps.Pelaku pasar pun kemudian memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali tahun ini dan mulai dilakukan pada Maret 2024.

Sinyal dovish The Fed tentu akan memberi banyak positif kepada pasar keuangan Indonesia. Pasalnya, satu kekhawatiran dan ketidakpastian utama global akan hilang pada tahun ini. Sebagai catatan, pasar keuangan global dan Indonesia terus menerus mendapat tekanan hebat setiap kali The Fed mengirim sinyal hawkish.

“Ini memberi harapan paling tidak muncul optimisme karena situasi, berarti shock yang terburuk dari kenaikan suku bunga sudah dilewati,” katanya dalam Seminar Outlook Perekonomian Indonesia,” Jumat (22/12/2023).

Kendati demikian, Sri Mulyani mengingatkan jika suku bunga diperkirakan masih akan tetap tinggi pada jangka waktu yang lama (higher for longer) meski ada sinyal pemangkasan.

“Untuk 2024 kalau dengan situasi suku bunganya tinggi dan bertahan agak lama, sekarang diskusinya lama itu berapa lama? Ada yang bilang 24 bulan, 18 bulan, dan sekarang lebih pendek lagi,” imbuhnya.Berkaca dari masa lampau, secara umum suku bunga BI akan beriringan dengan suku bunga The Fed. Jika suku bunga The Fed menurun, maka suku bunga BI akan turut menurun, begitu pun sebaliknya.

Hal ini bisa memberi angina segar jika ada potensi pemangkasan BI rate juga untuk tahun depan.

Misalnya, saat The Fed memangkas suku bunga secara agresif sebesar 400 bps dari 4,25% pada akhir 2007 menjadi 0,00-0,25% pada akhir 2009. Pemangkasan secara agresif dilakukan untuk mendongkrak ekonomi AS yang ambruk karena Krisis Subprime Mortgage.

Di saat yang bersamaan, BI kemudian mengikuti kebijakan The Fed dengan memangkas suku bunga sebesar 275 bps dari 9,25% pada 2008 menjadi 6,50% pada akhir 2009.

Ekonomi AS Soft Landing, China Lesu, Eropa StagnanPergerakan ekonomi global diperkirakan akan berjalan berbeda arah. AS yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia diproyeksi akan melambat. Ekonomi AS diyakini menjauh dari resesi tetapi hanya mengalami soft landing. Salah satunya karena proyeksi kebijakan The Fed yang lebih dovish akan membuat ekonomi AS lebih kuat menahan gejolak.Sebaliknya, ekonomi terbesar kedua di dunia yakni China diperkirakan masih limbung. Krisis properti, melandainya kepercayaan konsumen, dan konsumsi warga Tiongkok membuat China masih sulit bangkit dari keterpurukan.

Sementara itu, Eropa diperkirakan mampu keluar dari ancaman resesi meski pertumbuhannya tetap berada di zona “0%”.

IMF memperkirakan ekonomi AS melandai sebesar 2,9% pada tahun ini tetapi sebaliknya Bank Dunia melihat ekonomi Paman Sam akan lebih baik. Hal ini berbeda dengan China di mana kedua lembaga tersebut sama-sama memperkirakan ekonomi Tiongkok akan melemah.Tanda-tanda perlambatan terlihat di aktivitas manufaktur dan tercatatnya deflasi selama duaberuntun pada Oktober dan November 2023.

Bagi Asia dan Indonesia, China adalah motor utama penggerak pertumbuhan kawasan karena menyerap banyak permintaan ekspor serta menjadi penopang investasi asing.

Melambatnya China bisa menjadi persoalan besar bagi Indonesia. Ekonom senior yang juga merupakan mantan menteri keuangan, Chatib Basri mengungkapkansetiap perlambatan ekonomi China melemah atau turun sebesar 1%, maka akan memberikan dampak perlambatan hingga 0,3% terhadap perekonomian Indonesia.

Harga Komoditas Melandai, Perdagangan Global Membaik, Harga Pangan Masih Jadi Ancaman

Harga komoditas diperkirakan melandai pada tahun ini setelah terbang pada 2022 dan ada di posisi tinggi pada 2023. Kembali normalnya pasokan menjadi alasan mengapa harga komoditas seperti minyak mentah, batu bara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO).

Sebagai catatan, harga komoditas pangan dan energi terbang pada 2022 karena perang Rusia-Ukraina.Harga energi diproyeksi sudah melandai tetapi harga pangan diperkirakan masih menjadi ancaman. Larangan sejumlah negara terhadap ekspor pangan masih berlangsung. Belum lagi ancaman perubahan iklim yang ekstrem masih mengintai. Kondisi ini bisa kembali memicu inflasi serta kerawanan pangan global.

Seperti diketahui, harga panganterutama beras mencetak rekor tertinggi pada 2023 karena kekeringan parah di berbagai pelosok dunia. 

Kabar baiknya, aktivitas perdagangan global diperkirakan membaik.Badan Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan volume perdagangan akan meningkat menjadi 3,3% pada 2024, melesat dibandingkan 0,8% pada 2023.WTO merevisi proyeksi pada Oktober sejalan dengan membaiknya pasokan, pemulihan ekonomi di beberapa wilayah seperti Eropa, serta mulai dovishnya kebijakan suku bunga di tingkat global.

Dunia Gaduh oleh Tahun PolitikSuhu politik dunia diproyeksi memanas pada tahun ini karena banyaknya negara yang menggelar hajatan pemilu baik parlemen atau presiden/perdana menteri.

Dilansir dari Times, stidaknya ada 64 negara, termasuk anggota Uni Eropa, akan menggelar pemilu tahun ini. Hajatan besar tersebut akan melibatkan sekitar 49% populasi di dunia serta 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

Beberapa pemilu yang akan menjadi perhatian dunia adalah pemilu AS pada November, pemilu India pada April/Mei, pemilu Indonesia pada Februari, pemilu Rusia pada Maret.

Allianz Research dalam laporannya Looking Back, Looking Forward: Global Economic Outlook 2023-25 menyebut ketidakpastian kebijakan ekonomi akan meningkat 13% lebih tinggi pada bulan sebelum dan sesudah pemilu.Ketidakpastian meningkat karena ada popularisasi pandangan hingga sikap wait and see investor.

 

Updated: Januari 2, 2024 — 12:11 am

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *